Misi
Van Allen Probe dari NASA telah menemukan sabuk radiasi ketiga di
seputar bumi yang sebelumnya tak pernah diketahui keberadaanya,
mengungkap akan adanya struktur dan proses yang tak terduga dalam
wilayah berbahaya ruang angkasa tersebut.
Observasi sabuk Van
Allen sebelumnya telah cukup lama mendokumentasikan dua wilayah berbeda
dari radiasi yang terperangkap di sekitar planet kita. Instrumen
pendeteksi partikel yang ditempatkan pada pasangan kembar Van Allen
Probe dengan segera menyadarkan para ilmuwan akan keberadaan sabuk
radiasi ketiga.
Sabuk yang ditemukan pada tahun 1958 dan dinamai
berdasarkan nama penemunya, James Van Allen, merupakan wilayah kritis
bagi masyarakat modern yang bergantung pada berbagai teknologi berbasis
ruang angkasa. Sabuk Van Allen dipengaruhi oleh
badai
matahari dan cuaca ruang angkasa, efeknya dapat melebar secara
dramatis. Andai itu terjadi, tentunya akan menimbulkan bahaya bagi
satelit komunikasi dan GPS, terutama bagi manusia yang berada di ruang
angkasa.
Dua
petak raksasa radiasi, dikenal sebagai Sabuk Van Allen, yang berada di
seputar bumi ditemukan pada tahun 1958. Di tahun 2012, observasi dari
Probe Van Allen menunjukkan bahwa sabuk ketiga terkadang bisa muncul.
Radiasi ditampilkan di sini dalam warna kuning, dengan hijau mewakili
ruang di antara sabuk. (Kredit: NASA/Van Allen Probe/Goddard Space
Flight Center)
“Kemampuan dan kemajuan baru teknologi yang
fantantis pada Probe Van Allen memungkinkan para ilmuwan memantau
rincian yang belum pernah terjadi sebelumnya tentang bagaimana sabuk
radiasi dipenuhi partikel bermuatan, sekaligus memberi wawasan tentang
apa yang menyebabkan sabuk bisa berubah, serta bagaimana berbagai proses
mempengaruhi permukaan bagian atas atmosfer bumi,” jelas John
Grunsfeld, administrator asosiasi NASA untuk ilmu pengetahuan di
Washington.
Temuan ini menunjukkan sifat sabuk radiasi yang
dinamis dan bervariabel, menambah pemahaman kita tentang bagaimana
sabuk-sabuk tersebut merespon aktivitas matahari. Temuan
yang dipublikasikan pada 28 Februari dalam jurnal
Science ini
merupakan hasil dari data yang dikumpulkan misi dual-pesawat ruang
angkasa pertama yang terbang melewati sabuk radiasi planet kita setelah
peluncurannya pada 30 Agustus 2012.
Pengamatan beresolusi tinggi
dari instrumen Relativistic Electron Proton Telescope (REPT), bagian
dari Energetic Particle, Composition, and Thermal Plasma Suite (ECT)
yang terpasang pada kedua Probe Van Allen, mengungkap adanya tiga
struktur sabuk yang berbeda dengan hadirnya wilayah, atau ruang, yang
kosong di tengah-tengahnya.
“Ini adalah pertama kalinya intrumen
beresolusi tinggi kami melihat waktu, ruang dan energi secara bersamaan
pada sabuk bagian luar,” ungkap Daniel Baker, penulis utama studi yang
memimpin pengoperasian instrumen REPT di Laboratory for Atmospheric and
Space Physics (LASP), University of Colorado, Boulder, “Observasi sabuk
radiasi bagian luar sebelumnya hanya mengungkap satu elemen tunggal yang
buram. Saat kami mengaktifkan REPT selang dua hari setelah peluncuran,
peristiwa akselerasi elektron yang kuat sudah berlangsung, dan kami
secara jelas menyaksikan sabuk dan slot baru di antara peristiwa
akselerasi dan sabuk bagian luar.”
Para ilmuwan mengamati sabuk
ketiga selama empat minggu sebelum gelombang kejut yang kuat dari
matahari memusnahkannya. Pengamatan dilakukan oleh para ilmuwan dari
berbagai institusi, yakni LASP; NASA Goddard Space Flight Center di
Greenbelt, Md; Los Alamos National Laboratory di Los Alamos, NM; dan
Institute for the Study of Earth, Oceans, and Space University of New
Hampshire di Durham.
Pada
31 Agustus 2012, sebuah tonjolan raksasa di matahari meletus,
menghantar partikel dan gelombang kejut hingga mencapai dekat Bumi.
Peristiwa ini mungkin menjadi salah satu penyebab munculnya sabuk
radiasi ketiga di sekitar bumi setelah beberapa hari kemudian, sebuah
fenomena yang teramati untuk pertama kalinya oleh Van Allen Probe yang
baru diluncurkan. Gambar tonjolan sebelum meletus ini ditangkap oleh
Solar Dynamics Observatory (SDO) NASA. (Kredit: NASA/SDO/AIA/Goddard
Space Flight Center)
Masing-masing Van Allen Probe
membawa seperangkat lima instrumen yang sama, memungkinkan para ilmuwan
mengumpulkan data tentang rincian sabuk yang belum pernah terjadi
sebelumnya. Data ini penting untuk dapat mempelajari efek cuaca ruang
angkasa di bumi, termasuk proses-proses fisik fundamental yang teramati
di sekitar objek lainnya, seperti planet-planet dalam tata surya kita
dan nebula yang berjarak jauh.
“Bahkan setelah 55 tahun sejak
penemuannya, sabuk radiasi bumi masih mampu mengejutkan kami dan masih
menyimpan misteri untuk ditemukan dan diselidiki,” kata Nicky
Fox, wakil untuk proyek Van Allen Probe di Applied Physics Laboratory,
Laurel Johns Hopkins University, Md, “Kita mengira sudah cukup tahu
tentang sabuk radiasi, tapi ternyata tidak. Kemajuan dalam teknologi dan
deteksi dari NASA dalam misi ini sudah dengan segera nyaris berdampak
pada ilmu pengetahuan dasar.”
Van Allen Probe merupakan misi kedua
dalam Living With a Star Program NASA untuk mengeksplorasi aspek-aspek
dari sistem terhubung matahari-bumi yang secara langsung berdampak bagi
kehidupan dan masyarakat