Simulasi menambahkan
pentingnya data gambar dan pengukuran yang diperoleh dari misi ruang
angkasa: Berdasarkan sampel dari sebuah asteroid, astrofisikawan
Universitas Bern, Martin Jutzi, menunjukkan bagaimana tabrakan asteroid
itu dengan benda luar angkasa lainnya dapat direkonstruksi dan struktur
internalnya bahkan dapat dideskripsikan. Model simulasi ini dengan
demikian membantu dalam upaya memahami perkembangan sistem tata surya
kita.
Empat setengah miliar tahun yang lalu, partikel debu dalam
awan gas raksasa terkombinasi membentuk gumpalan yang kian membesar.
Penggumpalan ini terus berakumulasi hingga bertumbuh menjadi planet.
Namun di antara orbit planet Mars dan Jupiter, masih tetap tersisa
ratusan ribu fragmen kecil lainnya. Fragmen-fragmen itu membentuk apa
disebut sebagai sabuk asteroid dan nyaris tidak pernah mengubah
komposisinya sejak saat itu. Dengan demikian, asteroid memendam
informasi dalam jumlah yang tak terkira tentang asal-usul tata surya
kita.
Dalam penelitian ini, perhatian khusus ditujukan pada sebuah
asteroid bernama Vesta: Dengan ukurannya yang berdiameter sekitar 500
kilometer, Vesta menjadi salah satu dari tiga asteroid terbesar dan
dianggap sebagai sebuah protoplanet. Selain itu, Vesta merupakan
satu-satunya asteroid yang diketahui memiliki struktur mirip bumi
- terdiri dari inti, mantel dan kerak.
Simulasi Komputer Merekonstruksi Tabrakan Antar Asteroid
Dengan
menggunakan simulasi komputer tiga dimensi, Martin Jutzi dari Center
for Space and Habitability (CSH) di Universitas Bern, kini secara
detail merekonstruksi bagaimana Vesta mengalami dua kali tabrakan dengan
asteroid lain pada lebih dari satu miliar tahun yang lalu. Model
komputer menunjukkan bahwa kedua tabrakan tersebut menghasilkan bentuk
elips pada protoplanet dan meninggalkan goretan pada struktur
permukaannya.
Simulasi komputer juga untuk pertama kalinya
menghadirkan kesimpulan terperinci tentang komposisi dan sifat-sifat
interior Vesta, yang membantu kita untuk lebih memahami
evolusi tata surya.
Selain
itu, pembentukan planet sangat tergantung pada tabrakan antar
benda-benda angkasa. “Metode kami pada khususnya memfasilitasi analisis
informatif terhadap data gambar dan pengukuran dari misi ruang
angkasa,” jelas Martin Jutzi.
Penelitian yang dikerjakan bersama dengan para peneliti dari EPFL, Perancis dan Amerika Serikat ini, melengkapi sampul
Nature edisi 14 Februari.
Gambar
dari simulasi 3D: Tabrakan asteroid Vesta dengan asteroid lain yang
berukuran sekitar sepersepuluh darinya, menyemburkan sejumlah besar
material. Dua tabrakan yang terjadi secara beruntun membentuk dua kawah
raksasa yang saling tumpang tindih dan nyaris merentang di seluruh
belahan selatan Vesta. (Kredit: Martin Jutzi, CSH, Universitas Bern /
Pascal Coderay, EPFL)
Model Mengungkap Rahasia Tersembunyi
Sebelumnya, pengamatan dengan
Teleskop
Ruang Angkasa Hubble menyodorkan bukti awal adanya kawah raksasa di
kutub selatan Vesta. Kemudian, di tahun 2007, satelit “Dawn” milik NASA
memulai perjalanan ruang angkasanya ke dalam masa lalu tata surya.
Dimulai pada musim panas tahun 2011, satelit itu mengorbit di seputar
Vesta selama setahun. Gambar dalam kisaran yang bisa terlihat bersama
data pengukuran lainnya menyediakan informasi tentang topografi asteroid
dan komposisi mineral yang terlihat pada permukaannya. Hasilnya
kemudian menjadi jelas bahwa kawah pada kutub selatan Vesta yang
sebelumnya tertangkap oleh Hubble ternyata berupa dua cekungan yang
sebagian saling tumpang tindih.
Berdasarkan informasi ini,
simulasi komputer dari tim Jutzi menunjukkan secara persis bagaimana
dua tabrakan secara berturut-turut menyebabkan terbentuknya cekungan
tumpang tindih tersebut, yang merentang hampir di seluruh belahan
selatan Vesta. Model simulasi menunjukkan ukurannya (diameter 66 dan 64
kilometer), kecepatan (5,4 kilometer per detik) serta
sudut
tumbukan pada dua objek yang bertabrakan dengan Vesta. Hal ini banyak
mengungkap tentang sifat objek-objek yang berada di
dekat protoplanet tersebut pada satu miliar tahun yang lalu.
Gambar-gambar
akhir yang dihadirkan dalam simulasi sangat mirip dengan bentuk dan
topografi belahan bagian selatan Vesta sebagaimana yang sebelumnya
teramati oleh misi Dawn. Model ini bahkan secara akurat mereproduksi
struktur berbentuk spiral di bagian dalam kawah termuda yang terlihat
pada gambar dari misi Dawn.
“Ini menunjukkan betapa handalnya
metode kami,” ujar Jutzi dengan gembira. Para peneliti berasumsi bahwa
model ini juga menyediakan informasi tentang fitur-fitur Vesta yang
sebelumnya tersembunyi. Misalnya, simulasi komputer mengungkapkan bahwa
material yang tersingkap akibat dua tumbukan tersebut berasal dari
kedalaman hingga 100 kilometer. “Berdasarkan pada jenis dan distribusi
material ini, kami mampu merekonstruksi secara tepat berbagai lapisan di
bagian dalam Vesta,” jelas Philippe Gillet, direktur Earth and
Planetary Science Laboratory, EPFL.
“Fakta bahwa kita kini dapat
melihat ke bagian dalam protoplanet menciptakan perspektif yang sama
sekali baru dalam penelitian tentang sejarah tata surya kita,” kata
Jutzi.