- Back to Home »
- News »
- 4 Gejala Aneh Bumi Saat Jadi Target 'Mata-mata'
Wina - Bumi jadi 'target mata-mata'.
Mikrofon tersembunyi dipasang di dasar laut, instrumen pengintai
dipasang di satelit, juga kamera inframerah yang terus memindai. Ada
yang mendengarkan, memantau, bahkan mencium semua tindakan yang ada di
planet manusia.
Sistem internasional yang disebut Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty Organization (CTBTO), telah memata-matai Bumi
selama 18 tahun terakhir. Namun, para peneliti masih berusaha menemukan
cara yang efektif untuk mengintrepretasikan data yang didapat.
Sekitar
1.000 ilmuwan berencana untuk mendiskusikan temuan mereka dalam ajang
konferensi CTBT Science and Technology yang akan diadakan di Wina,
Australia pada 22-26 Juni 2015.
Berikut 4 hal yang bisa dilihat, didengar, dan dicium dari planet Bumi.
1. Tanda-tanda nuklir
CTBTO
berawal dari sebuah jaringan antinuklir yang membantu negara-negara
memantau dan melarang uji coba nuklir di atmosfer, bawah air, maupun
bawah tanah.
International Monitoring System (IMS) milik CTBTO
terdiri dari 300 stasiun. Pada 12 Februari 2013, stasiun monitoring
seismik dan stasiun infrasonik mendeteksi bahwa Korea Utara telah
melakukan uji coba nuklir.
Sistem tersebut memberi peringatan kepada negara-negara anggota lebih dari 1 jam sebelum Pyongyang mengakui tindakannya.
IMS
juga bisa mendeteksi tipe lain dari radioaktivitas. Misalnya, mampu
mengukur partikel radioaktif di atmosfer seperti yang tejadi selama
bencana luruhnya reaktor nuklir Fukushima Dai-ichi yang dipicu gempa 9
skala Richter dan tsunami dahsyat pada Maret 2011.
Jaringan tersebut mendeteksi bulu-bulu (plume) tak kasat mata yang bocor setelah insiden -- yang mengindikasikan bahwa level radioaktivitas di luar Jepang tak berbahaya.
"Ini
adalah satu-satunya jaringan global yang mendeteksi radioaktivitas
atmosfer dan gelombang suara yang tak bisa didengar manusia," kata
Lassina Zerbo, sekretaris eksekutif CTBTO dalam sebuah pernyataan
seperti dikutip dari LiveScience, Kamis (18/6/2015).
"Sejumlah orang mengumpamakan sistem tersebut sebagai stetoskop
raksasa Bumi dan pembau yang melihat, mendengar, merasakan, dan mencium
gejala aneh planet kita."
2. Merasakan gempa
Pusat data internasional
CTBTO setiap harinya merekam 30 ribu sinyal seismik, dan biasanya
mendeteksi 130 kejadian gempa. Karena gelombang seismik dan akustik
memiliki kecepatan dan rute berbeda, sejumlah sensor bisa membantu
menentukan waktu, lokasi, dan magnitude gempa.
"Di luar
pemantauan nuklir, kita perlu memahami segala macam aktivitas seismik --
untuk memperbaiki monitoring gempa, patahan, dan aktivitas tektonik,"
kata Randy Bell, direktur pusat data internasional CTBTO. "Juga
meningkatkan pemahaman kita tentang Bumi."
Pada tahun 2006, pusat data menentukan posisi episentrum gempa 7
SR di Mozambik. "Itu adalah informasi penting yang membantu kita
memahami risiko seismik dan mengetahui bagaimana cara terbaik untuk
merancang dan membangun struktur bangunan penting ke depannya, seperti
sekolah dan rumah sakit," kata Gerhard Graham, mantan chief operating
officer Council for Geoscience di Afrika Selatan yang kini menjadi
koordinator International Data Centre CTBTO.
3. Meteor Rusia dan Sulawesi
CTBTO memiliki
48 stasiun yang bertugas mendengarkan suara infrasonik, yang memiliki
frekuensi terlalu rendah untuk didengar oleh telinga manusia.
Pada
15 Februari 2013, stasiun infrasonik CTBTO mendeteksi sinyal dari
meteor yang menurun dengan cepat dari langit Chelyabinsk, Russia, yang
memicu suara ledakan, memecahkan kaca-kaca bangunan, dan membuat 1.000
orang cedera. Salah satu stasiun di Alaska menemukan bahwa batu angkasa
itu telah mengitari Bumi selama 3 kali.
Tak hanya itu, 15 stasiun mendeteksi bahwa pada Oktober 2009 sebuah meteor meledak di atas Sulawesi, Indonesia.
Ledakan asteroid di langit Bone pada 8 Oktober 2009 diyakini beberapa
kali lipat lebih dahsyat dari bom atom Hiroshima. Asteroid itu adalah
yang terbesar di Bumi dalam satu dekade.
Namun, pengukuran dari sensor menunjukkan, batu angkasa di Chelyabinsk 10-50 kali lebih energik.
Sensor-sensor
tersebut sangat sensitif sehingga bisa melacak sejumlah meteorit yang
terbakar di atmosfer dan memberikan petunjuk pada para ilmuwan, berapa
banyak objek dekat Bumi yang mempengaruhi planet manusia.
Sensor
juga dapat melacak gangguan atmosfer lainnya, termasuk letusan gunung
berapi dan badai. Data yang terakumulasi hampir 20 tahun juga membantu
para ilmuwan memahami bagaimana suhu dan arus di atmosfer mempengaruhi
cuaca dan, pada akhirnya, perubahan iklim.
4. Migrasi Paus hingga MH370
Mikorfon bawah laut CTBTO dapat mendeteksi gunung es yang pecah juga migrasi paus di seluruh dunia.
"Data
tersebut adalah harta karun bagi mereka yang mempelajari mamalia laut,"
kata Mark Prior, mantan staf CTBTO. "Faktor utama yang membatasi
penggunaan data adalah imajinasi kita.
Misalnya, menggunakan
data yang ada, sekelompok peneliti melacak migrasi spesies ikan paus
biru yang hidup di Samudra Hindia, dan menemukan makhluk-makhluk itu di
Alaska. Pekerjaan mereka dapat membantu menentukan kepadatan dan ukuran
populasi ikan paus.
Sistem tersebut juga bisa membantu para
peneliti mencari dan menemukan lokasi kecelakaan pesawat besar. Para
ahli masih menyisir data untuk mencari Malaysia Airlines MH370.
Kedua stasiun hidroakustik dan seismik - beberapa di antaranya berada
di lokasi yang sangat terpencil -- dapat melacak gempa bumi di sekitar Ring of Fire sekitar Samudera Pasifik, sehingga membantu memberikan peringatan tsunami.
Ada 13 negara dengan pusat-peringatan tsunami yang menerima data dari sekitar 100 stasiun CTBTO.