Sore yang cerah di musim dingin,
Senin 15 Januari 1934. Sebagian besar warga Kathmandu ada di ladang atau
sedang berada di teras yang ada di atap rumah mereka, menikmati
pemandangan langit yang biru dan hembusan angin sejuk dari barat.
Tiba-tiba, hal aneh terjadi. Orang-orang mendongak dan terpana
menyaksikan ratusan -- bahkan ribuan -- burung terbang serentak ke
segala arah. Anjing-anjing menggonggong sejadinya, hewan-hewan gelisah.
Sekitar pukul 14.28 waktu setempat, Bumi berguncang, tanah seakan
bergerak, bergelombang seperti ombak di lautan.
Beberapa saat kemudian, yang tersisa adalah kehancuran. Rumah-rumah
rata dengan tanah, kuil-kuil yang rubuh, retakan panjang membelah
jalanan. Kepulan debu tebal membumbung ke angkasa. Hanya dalam hitungan
menit, 17.000 orang tewas di Nepal dan Bihar utara, India. Kebanyakan
korban adalah mereka yang berada di Lembah Kathmandu.
Kondisi pascagempa Nepal 1934 dan 2015
Gempa 8 skala Richter kala itu berpusat di sepanjang garis patahan
Nepal-Bihar. Lindu susulan terus datang selama 2 minggu. Mereka yang
selamat terpaksa tinggal dalam tenda di tengah suhu yang bikin tubuh
menggigil.
Hem Prasad Timilsina kini berusia 102 tahun. Dan ia menjadi saksi
hidup 2 gempa dahsyat yang mengguncang negerinya. Termasuk, yang terjadi
81 tahun lalu.
"Aku ada di ladang tebu saat gempa mengguncang saat itu," kata kakek sepuh itu seperti dikutip dari Times of India.
"Saat mendengar kabar kehancuran di Kathmandu, kami berjalan kaki
selama 2 hari menuju ke sana, dan ternganga menyaksikan kondisi kota
itu.”
Dan gempa yang terjadi 1934, bukan yang terburuk yang pernah
mengguncang Nepal. Para ilmuwan menemukan bukti bahwa tak hanya satu,
tapi 2 gempa besar, yang pernah terjadi di kawasan Himalaya.
Dari foto udara lawas, peneliti menjumpai pergeseran penumpukan
(material) sungai akibat pergerakan di sepanjang patahan seismik -- yang
menandai batas antara lempeng tektonik India dan Asia.
Menggunakan penanggalan radiokarbon, para peneliti juga menemukan
perubahan tersebut disebabkan oleh gempa bumi besar pada tahun 1255 dan
1934. Kedua lindu gempa pecah di permukaan Bumi.
Pada lindu 1255, sepertiga populasi lembah Katmandu meninggal dunia.
"Raja Nepal, Abhaya Mallajuga tewas akibat gempa yang sama," kata
Laurent Bollinger, seismotectonician dari Commissariat on Atomic Energy Prancis, seperti dikutip dari situs sains LiveScience.
Temuan itu juga menunjukkan bahwa gempa besar kerap ‘ kambuh’ di
wilayah itu, setiap beberapa abad. Menjadi bencana yang berulang.
Terimakasih atas kunjungan Kamu Karena telah Mau membaca artikel Setelah Nepal, Gempa Besar 'Membayangi' Padang?. Tapi Kurang Lengkap Rasanya Jika Kunjunganmu di Blog ini Tanpa Meninggalkan Komentar, untuk Itu Silahkan Berikan Kritik dan saran Pada Kotak Komentar di bawah. Kamu boleh menyebarluaskan atau mengcopy artikel Setelah Nepal, Gempa Besar 'Membayangi' Padang? ini jika memang bermanfaat bagi kamu, tapi jangan lupa untuk mencantumkan link sumbernya. Pengunjung yang baik akan memberikan komentarnya di sini :p. Terima Kasih :)